Mari bicara tentang cinta! Sifat alamiah pada setiap manusia, yang pesonanya selalu didamba. Ialah jalan yang setiap hamba ingin melewati. Yang kepadanya setiap pencarian akan kembali. Yang karenanya setiap jiwa berlomba mencoba menghamba. Seperti ungkapan sebuah syair, “Engkau adalah budak dari apa yang engkau cintai.”
Karena cinta adalah cahaya (an-nuur), ia menerangi seperti matahari. Membuat gelap menjadi benderang, cemas dan gelisah menghilang. Ia memberi alamat setiap tujuan, kemudian menunjukinya. Semua yang dilakukan karena cinta menemukan pembenarannya. Sedang tanpa cinta, kehidupan adalah gulita seluas samudera.
Karena cinta adalah kehidupan (al-hayah), ia menyehatkan dan memberi tenaga. Ia adalah pondasi setiap aktifitas dan gerakan manusia. Ia adalah santapan jiwa dan hidangan bagi hati, yang menjadi energi luar biasa bagi setiap bentuk perjuangan. Karena cinta adalah ruh kehidupan, maka tanpanya, hidup adalah kematian!
Cinta juga adalah obat penawar (as-syifa’). Ia mengobati luka hati karena beratnya penghambaan. Merubah setiap kesakitan menjadi keindahan, ssetiap duka menjadi warna. Karena cinta, pengorbanan adalah suatu keniscayaan. Kehilangan cinta adalah kesiapan menjalani perihnya hidup dalam penderitaan tanpa penyembuhan.
Tapi cinta juga adalah kelezatan (al-ladzat). Ia merasuk ke dalam kalbu, memberi sensasi nikmat yang mengagumkan. Memesona jiwa dengan rasa yang tak pernah terduga, mengantarkannya ke tempat-tempat indah tak terbayangkan. Karena itu, hanya yang pernah jatuh cinta yang tahu rasanya.
Namun tak semua kisah cinta berakhir bahagia. Ada cinta tercela yang memabukkan dan menghilangkan akal sehat. Menipu pecintanya dengan nikmat sesaat, lalu menjerumuskannya ke lorong-lorong yang paling gelap dan penghambaan paling sesat. Membuahkan penyesalan tak berkesudahan. Dunia akhirat!
Hanya mencintai Allah, mencintai apa yang dicintai Allah dan mencintai karena dan untuk Allahlah yang terpuji! Karena ialah tanda kesempurnaan iman. Akarnya menghujam ke dalam kalbu hamba, sedang puncaknya menjulang ke sidratul muntaha. Ialah sebenar-benar jalan kebenaran. Kelezatannya mendekatkan jarak, meringankan beban dan melupakan musibah. Membuat hamba lebih mencintai kebenaran dan ridha Allah daripada yang lain. Menjadikannya mulia di hadapan kekafiran, serta tidak takut celaan orang yang mencela. Karenanyalah iman terasa manis.
Namun kejujuran dalam mencintai Allah menuntun peng-esa-an-Nya dan membatalkan segala bentuk kesyirikan cinta. Ia menghajatkan kesiapan ruhiyah dan kekuatan bashirah yang tinggi. Maka, hanya hamba yang berilmu, yang kalbunya hidup dan yang peduli akan nasibnya di akhiratlah yang bisa mencintai Allah. Kitakah orangnya? Wallahu a’lam.
0 comments:
Posting Komentar