HAL-HAL DI LUAR KEBIASAAN HAID
Ada beberapa hal yang terjadi di luar kebiasaan haid:
- Bertambah
atau berkurangnya masa haid.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid
selama enam hari, tetapi tiba-tiba haidnya berlangsung
sampai tujuh hari. Atau sebaliknya, biasanya haid
selama tujuh hari, tetapi tiba-tiba suci dalam
masa enam hari.
- Maju
atau mundur waktu datangnya haid.
Misalnya, seorang wanita biasanya haid
pada akhir bulan lain tiba-tiba pada awal bulan.
Atau biasanya haid pada awal bulan lain
tiba-tiba haid pada akhir bulan.
Para ulama berbeda pendapat dalam
menghukumi kedua hal di atas. Namun, pendapat
yang benar bahwa searang wanita jika mendapatkan
darah haid maka dia berada dalam keadaan haid
dan jika tidak mendapatkannya berarti dia dalam
keadaan suci, meskipun masa haidnya melebihi
atau kurang dari kebiasaannya serta maju
atau mundur dari waktu kebiasaannya. Dan telah
disebutkan pads pasal terdahulu dalil yang memperkuat
pendapat ini, yaitu bahwa Allah telah mengaitkan
hukum-hukum haid dengan keberadaan haid.
Pendapat tersebut merupakan madzhab Imam Asy-Syafi'I
dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah. Pengarang kitab Al Mughni
pun ikut menguatkan pendapat ini dan membelanya,
katanya: "Andaikata adat kebiasaan
menjadi dasar pertimbangan menurut yang disebutkan dalam
madzhab, niscaya dijelaskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi
penjelasannya, karena tidak mungkin beliau menunda-nunda
penjelasan pada saat dibutuhkan. Isteri-isteri beliau
dan kaum wanita lainnya pun membutuhkan penjelasan itu
pada setiap saat, maka beliau tidak akan
mengabaikan hal itu. Namun, ternyata tidak ada
riwayat yang menyatakan bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyebutkan tentang
adat kebiasaan ini atau menjelaskannya kecuali
yang berkenaan dengan wanita
yang istihadhah saja."
- Darah
berwarna kuning atau keruh.
Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya
berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara
kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman.
Jika hal ini tejadi pada saat haid atau
bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu
adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid.
Namun, jika terjadi sesudah masa suci, maka
itu bukan darah haid.
Berdasarkan riwayat yang disampaikan
oleh Ummu Athiyah Radhiyallahu 'Anha:
"Kami tidak menganggap, apa-apa darah yang berwarna
kuning atau keruh sesudah masa suci".
Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud
dengan sanad shahih. Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari
tanpa kalimat "sesudah masa suci ",
tetapi beliau sebutkan dalam "Bab Darah
Warna Kuning Atau Keruh Di Luar Masa
Haid".
Dan dalam Fathul Baari dijelaskan: "Itu
merupakan isyarat Al-Bukhari untuk memadukan antara
hadits Aisyah yang menyatakan, "sebelum kamu
melihat lendir putih " dan hadits Ummu Athiyah
yang disebutkan dalam bab ini, bahwa maksud
hadits Aisyah adalah saat wanita mendapatkan darah
berwarna kuning atau keruh pada masa haid.
Adapun di luar masa haid, maka menurut
apa yang disampaikan Ummu Athiyah".
Hadits Aisyah yang dimaksud yakni
hadits yang disebutkan oleh Al-Bukhari pada bab
sebelumnya bahwa kaum wanita pernah mengirimkan
kepadanya sehelai kain berisi kapas (yang digunakan
wanita untuk mengetahui apakah masih ada sisa
noda haid) yang masih terdapat padanya darah
berwarna kuning. Maka Aisyah berkata:
"Janganlah tergesa-gesa sebelum kamu
melihat lendir putih ': maksudnya cairan putih
yang keluar dari rahim pada saat habis
masa haid.
- Darah
haid keluar secara terputus-putus.
Yakni sehari keluar darah dan
sehari lagi tidak keluar. Dalam
hal ini terdapat 2 kondisi :
1) Jika kondisi
ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap
waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah,
dan berlaku baginya hukum istihadhah.
2) Jika kondisi
ini tidak selalu terjadi pada seorang wanita
tetapi kadangkala saja datang dan dia
mempunyai saat suci yang tepat. Maka para ulama
berbeda pendapat dalam menentukan kondisi` ketika
tidak keluar darah.
Apakah hal ini merupakan masa suci atau
ternasuk dalam hukum haid?
Madzhab Imam Asy-Syafi'i, menurut salah satu
pendapatnya yang paling shahih, bahwa hal
ini masih termasuk dalam hukum haid. Pendapat
ini pun menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
dan pengarang kitab AI-Faiq, juga merupakan madzhab
Imam Abu Hanifah. Sebab, dalam kondisi seperti
ini tidak didapatkan lendir putih; kalaupun diljadikan
sebagai keadaan suci berarti yang sebelumnya adalah
haid dan yang sesudahnya pun haid, dan
tak ada seorangpun yang menyatakan demikian,
karena jika demikian niscaya masa iddah
dengan perhitutungan quru' (haid atau suci) akan
berakhir dalam masa lima hari saja. Begitu pula
jika dijadikan sebagai keadaan suci, niscaya
akan merepotkan dan menyulitkan karena harus
mandi dan lain sebagainya setiap dua hari; padahal
tidaklah syari'at itu menyulitkan. Walhamdulillah.
Adapun yang masyhur menurut madzhab
pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, jika darah
keluar berarti haid dan jika berhenti berarti
suci; kecuali apabila jumlah masanya melampaui
jumlah maksimal masa haid, maka darah yang
melampaui itu adalah istihadhah.
Dikatakan dalam kitab Al-Mughni: "Jika
berhentinya darah kurang dari sehari maka seyogyanya
tidak dianggap sebagai keadaan suci. Berdasarkan
riwayat yang kami sebutkan berkenaan dengan nifas,
bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari
takperlu diperhatikan. Dan inilah yang shahih,
Insya Allah. Sebab, dalam keadaan keluarya darah yang
terputus-putus (sekali keluar sekali tidak)
bila diwajibkan mandi bagi wanita pada setiap
saat terhenti keluarnya darah tentu hal itu
menyulitkan, padahal Allah Ta 'ala berfirman:
“Atas dasar ini, berhentinya
darah yang kurang dari sehari bukan merupakan
keadaan suci kecuali jika si wanita mendapatkan
bukti yang menunjukkan bahwa ia suci. Misalnya,
berhentinya darah tersebut: pada akhir masa kebiasaannya
atau ia melihat lendir putih."
Dengan demikian, apa yang disampaikan pengarang
kitab Al-Mughni merupakan pendapat moderat antara
dua pendapat di atas. Dan Allah Maha Mengetahui
yang benar.
- Terjadi pengeringan darah.
Yakni, si
wanita tidak mendapatkan selain merasa lembab
atau basah (pada kemaluannya).
Jika hal ini terjadi pada
saat masa haid atau bersambung dengan haid
sebelum masa suci, maka dihukumi sebagai
haid. Tetapi jika terjadi setelah masa suci,
maka tidak termasuk haid. Sebab, keadaan seperti
ini paling tidak dihukumi sama dengan keadaan
darah berwarna kuning atau keruh.
Oleh : Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin
YAYASAN AL-SOFWA
Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan - Indonesia
Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info @alsofwah.or.id | website:
www.alsofwah.or.id